CIBORELANG AROMA KOTA, RASA DESA



Awalnya Ciborelang adalah desa.Seiring perkembangan zaman terus berubah, menjelma sebagai salah satu pusat keramaian dan pusat ekonomi di wilayah kecamatan Jatiwangi, bahkan Kabupaten Majalengka. Kini, lambat laun, Ciborelang terus bergeser dari desa menuju semi kota.
Banyak faktor yang memicu perkembangan Ciborelang, namun setidaknya ada 2 faktor dominan.Pertama karena wilayah Ciborelang berada pada lintasan jalan Raya Bandung-Cirebon ramai dilalui kendaraan, sehingga mudah diakses.Faktor yang kedua karena Ciborelang termasuk desa penyangga keramaian Jatiwangi.
Betapa tidak, Ciborelang dengan keanekaragamannya sangat jelas mewarnai pola hidup warganya. Pola hidup warga asli Ciborelang sudah mulai terkontaminasi oleh gaya hidup yang beragam. Hal ini dikarenakan banyak warga Ciborelang yang merupakan pendatang. Apalagi pendatang dari wilayah perkotaan, terutama dari kalangan remaja yang membawa virus kota hingga menyebar ke dalam jiwa remaja Ciborelang. Apalagi ditunjang dengan arus informasi lewat media elektronik terutama tayangan televisi yang selalu menayangkan gaya hidup kota,
Lain halnya dengan warga asli Ciborelang dari kalangan tua. Mereka selalu berupaya agar warna asli Ciborelang tidak akan luntur dan tetap dengan aroma desanya yang penuh dengan kedamaian, ketentraman, dan kebersamaan.
Menurut Kang Batong (40) dari sruktur sosial, Ciborelang memiliki keunikan. Secara tata kelola ekonomi, struktur bangunan dan gaya hidup, Ciborelang adalah kota, sebaliknya, dalam relasi sosial masyarakatnya justru masih berkultur pedesaan.
Tidak terlalu salah rasanya, jika muncul ungkapan: “Ciborelang itu aromanya kota, namun rasanya masih desa”.

Desa Ungsen : Surganya para Pendatang
Ciborelang adalah desa terbuka. Demikian sebagaimana diungkapkan oleh H. Tete Sukarsa (47), Wirausahawan Muda asal Bandung yang kini menetap di Ciborelang sejak 1996. Pandangan itu dilihat dari banyaknya pendatang di Ciborelang yang bukan hanya lintas desa, tapi lintas kota dan provinsi, bahkan lintas pulau Jawa. Bisa dikatakan Ciborelang adalah surga bagi para pendatang.
Menurut H. Tanto (56), asal Yogyakarta, latar belakang para pendatang itu bermacam-macam, karena terikat perkawinan, mutasi dinas, atau mencari nafkah.
Para pendatang di Ciborelang ini disebutnya: Ungsen. Walaupun bukan warga asli, namun orang-orangUngsen ini telah merasa bagianutuh dari masyarakat Ciborelang. Oleh warga pribuminya sendiri tidak pernah dibeda-bedakan.
Perlakuan berbeda biasa dialami oleh orang Ungsen di desa-desa lain. Misalnya orang Ungsen dianggap tidak layak jadi Kepala Desa. Kalaupun ikut pemilihan, peluang gagalnya besar, karena tidak akan banyak didukung warga. Bukan dianggap tidak mampu, tapi karena statusnya hanyalah pendatang atau ungsen.
Nah, di Ciborelang tidak seperti itu. Contohnya, H. Casmita. Ia merupakan pendatang dari desa Prapatan-Panjalin, tapi ia terpilih menjadi Kepala Desa Ciborelang, bahkan hingga 3 periode.
Kehadiran para pendatang dari berbagai wilayah telah membuat Ciborelang menjadi desa yang heterogen. Bermacam-macam suku tinggal menjadi warga, mulai dari suku Sunda, Jawa Cirebon, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Batak, Padang, Palembang, etnis Keturunan Arab hingga suku China.
Dari keterangan Pak Kapala Sakri (58) salah seorang pamong desa Ciborelang, suku sunda adalah etnis penduduk asli atau pribumi. Suku ini merupakan warga mayoritas. Selanjutnya, orang-orang dari Arjawinanggun, Plered, Palimanan, dan Jamblang tercatat sebagai pendatang yang pertama kali.
Tidak diketahui pasti, kapan waktu pertama kali orang-orang Cirebon itu mulai masuk. Tapi, jika dilihat dari proses akulturasi budaya yang terbentuk lewat penggunaan bahasa campuran Sunda dan Jawa Cerbon dalam komunikasi sehari-hari, menunjukkan bahwa etnis Jawa Cirebon telah lama tinggal di Ciborelang.
Dalam perkiraan Pak Kapala Sakri (58), orang-orang dari Cirebon ini mulai ada dalam rentang waktu antara tahun 1960 sampai tahun 1990–an seiring kian ramainya pasar Ciborelang.
Etnis Jawa Cirebon ini kebanyakan tinggal dan menetap di Blok Selasa (Dusun 5 RW 13), dan sisanya tinggal di Blok Sabtu (Dusun 2 RW 6) dan Blok Jum’at (Dusun 1). BahkanDusun lima sampai dikenal luas dengan sebutan “BlokJawa” hingga saat ini.Tidak sedikit di antara para pendatang itu yang kemudian menikah dengan warga lokal sampaipunya keturunan.
Adapun dalam komunikasi sehari-hari di blok-blok tersebut umumnya memakai bahasa campuran Sunda dan Jawa Cirebonan atau orang menyebutnya dengan istilah: Jawareh (jawa sawareh). Namun, uniknya pada saat ngobrol, ada kalanya masing-masing memakai bahasanya sendiri-sendiri. Orang Cirebon pakai bahasa Cirebonan dan penduduk asli menggunakan bahasa Sunda. Namun, komunikasi satu sama lain tetap bisa nyambung.
Etnis pendatang berikutnya berasal dari daerah Jawa Tengah. Mereka  berasal dari kota-kota antara lain: Sukoharjo, Wonogiri, Klaten dan Solo. Jumlahnya cukup banyak. Diperkirakan mereka mulai masuk ke Ciborelang sekitar tahun 1960-an. Rata-rata mata pencaharian merekaadalah berjualan baso dan jamu. Sebagian kecil dari mereka berprofesi sebagai PNS dan militer.
Selain etnis Jawa Tengah, belakangan muncul pula etnis yang berasal dari Jawa Timur, khususnya dari kota Surabaya dan Lamongan. Sebagian besar profesi mereka adalah berjualan pecel lele.
Komunitas jawa sebagian besar tinggal di Blok Selasa, sisanya tersebar di blok-blok lain.
Diakui oleh H. Tanto (56), bahwa ikatan emosional dan kekeluargaan di antara komunitas Jawa di Ciborelang cukup kuat. Menurut lelaki yang telah menetap di Ciborelang sejak tahun 1977 ini, dalam waktu-waktu tertentu, komunitas etnis Jawa ini sering ngumpul. Dan melalui acara “Tembang Campur Sari” yang disiarkan rutin di Radio Komunitas Caraka FM tiap malam Sabtu, membuat mereka semakin dekat.
Para pendatang dari Jawa ini menjadi anggota dari perkumpulan perantau dari Jawa seperti : Pawongan, Mataram, dan Dimas Mukti.
Keanggotaan Pawongan mencakup 3 wilayah kecamatan, yakni: Jatiwangi, Ligung dan Dawuan. Kegiatan yang diselenggarakan adalah  Koperasi Simpan Pinjam dan Arisan Anggota.
Mataram adalah organisasi khusus bagi perantau yang berasal dari Jogja. Keanggotannya mencakuup wilayah Kecamatan Jatiwangi. Sedangkan Dimas Mukti merupakan organisasi yang mencakup wilayah lebih luas lagi, yakni Kabupaten Majalengka. Keanggotaan Dimas Mukti ini tiak terbatas dari satu kota, melainkan dari berbagai kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Untuk etnis keturunan Arab tidak diketahui pasti kapan diperkirakan mulai datang dan menetap di Ciborelang. Komunitas Arab ini sebagian besar tinggal berkelompok di blok Jum’at.Walaupun jumlahnya relatif tidak banyak, namun etnis ini cukup memberi warna tersendiri. Sebut saja, pernah muncul nama Ayip Bakar, seorang kolomnis dan pengamat sosial, yang nama aslinya Abubakar bin Hasan Sahab. Ia Produktif menulis sejak 1970.Tulisannya seputar tema politik dan masalah sosial kerap muncul di Kompas, Merdeka dan Panji Masyarakat.
Nama Ayip Bakar ini sering disandingkan dengan nama Ayip Rosidi. Mereka berdua masing-masing menyandang nama besar dan sering disebut-sebut dua Ayip dari Ciborelang.
Etnis berikutnya yang tinggal di Ciborelang adalah China. Etnis ini sebetulnya yang paling dulu tinggal di Ciborelang dari pada etnis-etnis lain. Menurut keterangan beberapa warga, dulu Ciborelang adalah salah satu basis etnis China. Di ruas utara dan selatan sepanjang jalan Ciborelang banyak dipenuhi oleh toko, ruko dan rumah milik etnis China. Namun, peristiwa traumatik gedoran China, terpaksa membuat mereka meninggalkan Ciborelang termasuk aset-aset yang dimiliki.
Berbeda dengan di Rajagaluh, Maja, Jatitujuh dan tempat-tempat lainnya dimana pada saat gedoran banyak etnis China yang dibunuh, menurut beberapa sumber, di Ciborelang hal itu tidak terjadi. Hal ini bisa dilihat  hingga sekarang di Rajagaluh, Maja dan Jatitujuh tidak ada lagi etnis China. Tetapi kalau di Ciborelang dan di Jatiwangi masih ada.
Adapun warga China yang saat ini tinggal di Ciborelang merupakan pendatang baru. Jika dulu banyak yang begerak di bidang perdagangan, sekarang mereka bergerak di bidang jasa kesehatan berprofesi sebagai dokter.
Warga pendatang lain adalah etnis Madura, Padang, Batak dan Palembang. Seperti halnya di daerah-daerah lain, umumnya, profesi yang digeluti merekadi bidang niaga/perdagangan. Orang Padang membuka Rumah Makan, sedangkan orang Madura berjualan sate.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIANTARA

SAWALA KELOMPOK